EVALUASI
KURIKULUM
A. Evaluasi
dan Kurikulum
Evaluasi
kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan
pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat di gunakan oleh para pemegang kebijaksaan
pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan
kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan kurikulum yang di
gunakan.
Evaluasi
Kurikulum sukar dirumuskan secara tegas,hal itu disebabkan oleh beberapa faktor
:
1. Evaluasi
kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah.
2. Objek
evaluasi kerikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep
kurikulum yang di gunakan.
3. Evaluasi
kurikulum merupakan suatu yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga
berubah.
Evaluasi
dan kurikulum merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri. Ada pihak yang
berpendapat bahwa antara keduanya. Tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain
yang menyatkan keduanya mempunyai hubungan sangat erat.
Pihak
yang memandang ada hubungan ,hubungan tersebut merupakan hubungan sebab-akibat.
Perubahan dalam kurikulum berpengaruh terhadap evaluasi kurikulum, sebaliknya
perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan kurikulum. Hubungan
antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya berlangsung
secara evaluasioner. Pandangan-pandangan lama yang tidak sesuai lagi dengan
tuntunan zaman, secara berangsur-angsur di ganti dengan pandangan baru yang
lebih sesuai.
R.A.Becher,
seorang ahli Pendidikan dari Universitas Sussex, inggris menyatakan bahwa :
tiap program pengembangan kurikulum mempunyai style dan karakteristik tertentu,
dan evaluasi dari progarm tersebut akan memperlihatkan karakteristik yang sama pula. Seorang evaluator akan menyusun
program evaluasi kurikulum berdasarkan dengan style dan karakteristik kurikulum
yang dikembangkannya. Juga terjadi sebaliknya,
hasil program evaluasi kurikulum akan mempengaruhi pelaksanaan praktek
kurikulum.
Evaluasi
merupakan kegiatan yang luas, komplek dan terus menerus, untuk mengetahi proses
dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah di
tentukan. Pada tingkat yang sangat informal evaluasi kurikulum berbentuk
perkiraan, dugaan atau pendapat tentang perubahan-perubahan yang telah di capai
oleh program sekolah. Pada tingkat yang lebih formal evaluasi kurikulum
meliputi pengumpulan dan pencatatatan data, sedangkan pada tingkat yang sangat
formal terbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan ke arah tujuan yang telah
di tentukan.
Komponen-komponen
kurikulum yang dievaluasi juga sangat luas. Program evaluasi kurikulum bukan
hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses pembelajarannya, tetapi juga
desain dan implementasi kurikulum, kemampuan dan unjuk kerja guru, kemempuan
dan kemajuan siswa, sarana, fasilitas, dan sumber-sumber belajar, dan
lain-lain. Hilba Taba menjelaskan hal-hal yang di evaluasi dalam kurikulum,
yaitu : konsep evaluasi kurikulum yang sangat luas yang mencakup seluruh
komponen dan kegiatan pendidikan.
Evaluasi
kurikulum sering juga di batasi secara sempit, hanya di tekankan pada
hasil-hasil yang di capai oleh murid.
Luas
atau sempitnya suatu program evalusi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh
tujuannya. Doll ( 1976 ) mengemukakan syarat-syarat suatu program evaluasi
kurikulum harus memiliki nilai dan penilaian, punya tujuan atau sasaran yang
jelas, bersifat menyeluruh dan terus-menerus, berfungsi diagnostik dan
terintegrasi.
Insrutmen
yang di gunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif berbeda dengan instrumen
untuk mengevaluasi aspek-aspek perkembangan dan prestasi yang di capai anak.
Dimensi yang bersifat kuantitatif dapat di ukur dengan menggunakan berbagai
bentuk alat ukur atau tes standar. Tes standar ada yang di peruntukkan mengukur
kemampuan yang bersifat potensial. (
kecerdasan , bakat ) dan ada pula yang di peruntukkan untuk mengukur kemampuan
nyata. Tes standar yang mengukur kecerdasan dan bakat umpanya : intellligent test,
shoolarship aptutite test, spesial aptitute test, prognotisc aptitute test, dan
lain-lain. Dan tes standar yang menuju archievement seperti subject areas test,
survey test, diagnotisc test, dan lain-lain. insrument yang sering di gunakan
untuk mengevaluasikan dimensi kualitatif umpanya : kecerdasan dan bakat umpamanya.
B.
Konsep
kurikulum
Secara
sederhana teori kurikulum dapat di klasifikasikan atas teori-teori yang lebih
menekankan pada isi kurikulum , pada situasi pendidikan serta pada organisasi
kurikulum.
·
Penekanan
kepada isi kurikulum
Srategi pengembangan yang menekankan isi, merupakan
yang paling lama dan banyak dipakai, tetapi juga harus mendapat penyempurnaan.
Sebab-sebab
yang mendorong penyempurnaan ini adalah
1. Karena
didorong oleh tuntutan untuk menguatkan kembali nilai-nilai moral dan budaya
dari masyarakat.
2. Karena
perubahan dasar filosofis tentang struktur pengetahuan.
3. Karena
adanya tuntutan bahwa kurikulum harus lebih berorientasi pada pekerjaan.
Penekanan pada isi kurikulum akan
membawa beberapa akibat. Pengembangan kurikulum yang menekankan isi yang
bersifat material centered kurikulum
ini memandang murid sebagai penerima resep yang pasif. Secara teoritis
kurikulum yang menekankan isi dapat diukur, mempunyai tujuan yang apabila
ditransfer pada anak dapat dikuasai oleh anak, ini merupakan engineering
Aproach. Anak dianggap bahan kasar yang tidak berdaya bersama dengan
teman-teman yang lain dicetak melalui blue print mansyarakat. Salah satu
atribut organisasi yang didasarkan pada pengetahuan (Knowledge Based Curriculum)
memungkinkan pengembangan dalam jumlah besar.
·
Penekanan
pada situasi pendidikan
Tipe kurikulum ini lebih menekankan pada masalah
dimana, bersifat khusus, sangat memperhatikan dan disesuaikan dengan
lingkungannya.
Tujuannya adalah menghasilkan kurikulum yang
benar-benar merefleksikan dunia kehidupan dari lingkungan anak. Kurikulum yang
menekankan situasai pendidikan akan sangat beraneka, dibandingkan kurikulum
yang menekankan isi. Kalau kurikulum yang menekankan pada isi merupakan engineering
Approach, maka kurikulum yang menekankan situasi lebih mendekati gardening
Approach.
Secara teoritis mengevaluasi kurikulum yang
menekankan pada situasi sangat sulit. Perencanaan dan pelaksanaan pengajaran
sangat beraneka, peranan guru dalam menerapkan dan mengembangkan kreasinya
sangat besar, sehingga cukup sulit merancang alat penilaian yang dapat mencakup
skala yang agak luas. Kesulitan ini adalah juga dalam menentukan standar
kriteria.
· Penekanan pada organisasi
Tipe ini sangat menekankan pada proses belajar
mengajar. Perbedaan yang sangat jelas antara kurikulum yang menekankan
organisasi yang menekankan isi dan situasi adalah memberikan perhatian yang
sangat besar kepada si pelajar atau siswa. Siswa mempunyai kesempatan dan didorong
untuk berinovasi, menyatakan kreatifitasnya.
Dalam bentuk sistem pengajaran dari Bruner kurikulum
yang menekankan pada organisasi memusatkan perhatiannya pada sekuens-sekuens
belajar serta organisasi bahan pelajaran yang disusun melalui elaborasi isi dan
prosedur pengukuran. Tipe kurikulum ini secara relatif bersifat lepas dari
situasi lingkungan, berbeda dengan yang menekankan situasi.
Kurikulum yang menekankan belajar mengajar
sebenarnya lebih dekat kepada pendekatan kurikulum yang bersifat umum. Inti
kurikulum bukan terletak pada bahan-bahan yang dipelajari anak tetapi pada
teacher’s guide.
C.
Implementasi
Dan Evaluasi Kurikulum
Kurikulum yang menekankan isi sangat
mengutamakan desinasi, meskipun umpamanya kurikulum itu kurang baik, mereka
dapat memaksakannya melalui jalur birokrasi. Tipe kurikulum ini mengikuti model
penyebaran ( difusi ) dari pusat ke daerah. Pengembangan kurikulum bersifat
lokal, individual, dan khas. Dengan demikian penyebaran kurikulum ini memiliki
network yang terpisah, tetapi masing-masing dapat menyesuaikan diri serta
mencari keserasian antara arahan yang bersifat pusat dengan tuntutan kebutuhan
dan sifat-sifat lokal.
CARE ( Centre For Applied Research in
Education ) di Universitas East Angelia Norwegia, aktif dalam mengadakan
pelatihan guru. Salah satu proyeknya adalah Nuffield/ school Council Humanities
Curriculum Project tahun 1967. Proyek ini meningkatkan usia anak yang
meninggalkan sekolah, di sediakan bagi anak usia 14 sampai 16 tahun dan yang
kecerdasannya di bawah rata-rata. Adapun kesimpulan dari hasil evaluasi mereka
adalah hasil yang di capai oleh guru-guru yang terlatih ( yang mengerti maksud serta latar belakang
proyek ). Hal ini menunjukkan bahwa latihan guru memegang peranan penting dalam
penyebaran program.
Teori kurikulum dan teori evaluasi
berkaitan erat dengan konsep kurikulum yang di gunakan, seperti model
pengembangan dan pengajaran yang di hasilkan kurikulum yang menekankan isi.
Evaluasi kurikulum yang bebas tujuan dalam kebanyakan kurikulum bukan merupakan
salah satu alternatif evaluasi tetapi merupakan saru-satunya merupakan prosedur
evaluasi yang memungkinkan.
D.
Peranan
Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagi instusi sosial. Proyek- proyek evaluasi yang dikembangkan di
inggris umpamanya. Beberpa karakteristik dan proyek – proyek kurikulum yang
telah dikembangkan di inggris, umpamanya :
·
Lebih berkenaan dengan inovasi dari pada
kurikulum yang ada.
·
Lebih berskala nasional dari pada lokal.
·
Di biayai oleh grant dari luar yang
berjangka pendek daripada oleh anggota tetap.
·
Lebih banyak di pengaruhi oleh kebiasaan
penelitian yang bersifat psikometris.
Peranan
evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya berkenaan
dengan tiga hal, yaitu :
a. Evaluasi
sebagai moral judgement
Konsep
pertamanya adalah nilai dan kriteria –kriteria praktis . Hasil dari suatu
evaluasi berisi suatu nilai yang akan di gunakan untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
Didalam evaluasi kurikulum salah satu hal yang
sering menjadi inti perdebatan antar para ahli adalah:
·
Pemisahan antara pengumpulan data, dan
·
Penyusunan informasi dengan penentuan
keputusan.
b. Evaluasi
dan penentuan keputusan
Pengambil keputusan dalam pelaksanaan
pendidikan atau kurikulum banyak, yaitu : guru, murid, orang tua, kepala
sekolah, para inspektur, pengembang kurikulum dan sebagainya. Pada prinsipnya
tiap komponen di atas memiliki peranan penentu keputusan. Dalam hal memberi
keputusan, guru mengambil keputusan bagi kepentingan seorang atau beberapa
orang murid. Jadi, tiap pengambil keputusan dalam proses evaluasi memang
memegang posisi nilai yang berbeda, sesuai dengan posisinya.
c. Evaluasi
dan konsensus nilai
Para penentu keputusan mempunyai sudut pandangan,
kepentingan nilai-nilai serta pengalaman pribadi. Kesatuan penilaian hanya
dapat di capai melaui suatu konsensus.
Secara
historis, konsensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisi
tes mental serta eksperimen. Konsensus berupa kerangka kerja penelitian, yang
di pusatkan pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar yang
bersifat behavioral, penggunaan analis statistik dari pre test dan post test
dan lain-lain. Model penelitian diatas adalah model social engineering dalam
pendidikan.
Selain harus terdapat konsensus tentang
tujuan-tujuan yang akan di capai, dalam
penggunaan model di atas juga harus ada konsensus tentang siapa daiantara para
pertisipan tersebut yang turut terlibat secara langsung. Tanpa adanya
persetujuan tentang hal tersebut maka sukar untuk dapat menyusun flow Chart
yang definitif. Model social engineering bertitik tolak dari tujuan-tujuan yang
khusus. Karena model ini mepunyai beberapa keberatan, maka berkembang model
evaluasi yang lain yanga bersifat goal free evaluation.
E.
Ujian
Sebagai Evaluasi Sosial
Model evaluasi pendidikan yang pertama kali di
perkenalkan oleh Amerika adalah menguji yaitu mengevaluasi kemampuan individu.
Dengan adanya ujian, maka jenis-jenis kemampuan tertentu di pandang menunjukkan
status lebih tinggi di bandingkan dengan kemampuan lainnya.
Untuk menilai gambaran sekolah secara keseluruhan, yaitu
menilai tentang keadaan murid, guru, kurikulum, pembiayaan sekolah, fasilitas
sekolah, keseragaman skolah, penyusunan rancangan dan pemeliharaan sekolah
diperlukan sistem pengumpulan data serta penilaian yang lain. Kalau untuk
mengukur kemampuan siswa di gunakan istilah examination atau assessment maka
untuk penilitian keseluruhan situasi sekolah atau kurikulum lebih cepat digunakan
istilah evaluation.
Para elevator menyadari bahwa beranekaragam kerangka
kerja evaluasi mempunyai implikasi terhadap penentuan keputusan pendidikan.
Barry Mc. Donald ( 1975 ), mendasarkan argumentasinya pada anggapan dasar bahwa
evaluasi merupakan kegiatan poltik. Ia membedakan adanya 3 tipe evaluasi dalam
pendidikan dan kurikulum, yaitu :
1. Evaluasi
Birokratik
Merupakan suatu
layananan yang bersifat unconditional terhadap lembaga- lembaga pemerintahan
yang memiliki wewenang kontrol terbesar dalam alokasi sumber-sumber pendidikan.
2. Evalausi
etokratik
Merupakan layanan
evaluasi terhadap lembaga-lembaga pemerintahan yang mempunyai wewenang kontrol
cukup besar dalam mengalokasikan sumber- sumber pendidikan.
3. Evaluasi
Demokratif
Merupakan layanan pemberian informasi
terhadap mesyarakat, tentang program – program pendidikan. Tugasnya adalah memberikan
informasi terhadap kelompok-kelompk masyarakat, dan elevator bertindak sebagai
perantara dalam pertukaran informasi di antara kelompok-kelompok yang berbeda.
F.
Model
– Model Evaluasi Kurikulum
a.
Evaluasi
Model Penelitian
Model
evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian di dasarkan atas teori dan
metode tes psikolgis serta eksperimen lapangan,.
·
Tes psikologis umum yang mempunyai 2
bentuk, yaitu tes intelegensi yang di tujukan untuk mengukur kemampuan bawaan,
serta tes hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik.
·
Eksperimen lapangan dalam pendidikan,
menggunakan metode yang biasa di gunakan dalam botani pertanian. Model ini
dapat di gunakan dalam pendidikan, anak dapat di samakan dengan benih,
sedangkan kurikulum serta berbagai fasilitas serta sistem sekolah dapat di
samakan dengan tanah dan pemeliharaanya. Untuk mengetahui tingkat kesuburan
benih ( anak ) serta hasil yang di capai pada akhir program percobaan dapat di
gunakan tes ( pre test atau post test ).
Coomparative
approach dalam evaluasi adalah salah satu pendekatan dalam evaluasi yang
menggunakan eksperimen lapangan yang mengadakan perbandingan antara dua macam
kelompok anak, umpamanya yang menggunakan dua metode belajar berbeda. Kelompok
pertama belajar membaca dengan metode global dan kelompok lain meggunakan
metode unsur. Kelompok mana yang paling
berhasil ? rancangan pendidikan ini memburtuhkan persiapan yang sangat teliti
dan rinci. Besarnya sempel, variabel kontrol, hipotesis, tretment, tes hasil
belajar dan sebagainya, perlu di rumuskan secara tepat dan rinci.
Ada
beberapa kesulitan yang di hadapi dalam eksperimen tersebut.
v Kesulitan
adminisratif, sedikit sekali sekolah yang bersedia di jadikan sekolah
eksperimen.
v Masalah
teknis dan logis, yeitu kesulitan menciptakan kondidi kelas yang sama untuk
kelompok – kelompok yang di uji.
v Sukar
untuk mencampurkan guru – guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol, pengaruh guru- guru tersebut sukar di kontrol.
v Ada
keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang di lakukan.
b.
Evaluasi Model Objektif
Evaluasi
model ini berasal dari Amerika Serikat. Perbedaan model objektif dengan model
komperatif adalah ada dua hal.
·
Dalam model objektif, evaluasi merupakan
bagian yang sangat pentingdari proses pengembangan kurikulum.
·
Kurilulum tidak di bandingkan dengan
kurikulum tapi di ukur dengan perangkat objektif.
Ada
beberapa persyaratan yang harus di penuhi oleh teori pengembangan model
objektif :
Ø Ada
kesepakatan tentang tujuan – tujuan kurikulum.
Ø Merumuskan
tujuan – tujuan tersebut dalam perbuatan siswa.
Ø Menyusun
materi kurikulum yang disesuaikan dengan tujuan tersebut.
Ø Mengukur
kesesuaian antara perilaku siswa denagn hasil yang di inginkan.
Pada
tahun 1950-an Benyamin s. Boom dengan kawan – kawan menyusun klarifikasi sistem
tujuan yang meliputi daerah – daerah belajar. Mereka membagi proses mental yang
berhubungan dengan belajar tersebut dalam 6 ketegori :
§ Knowledge
§ Comprehension
§ Aplication
§ Analysis
§ Synthesis,
dan
§ Evaluation
Sistem
pengajaran yang terkenal adalah IPI ( Individually Prescribed Intruction ),
suatu program yang dikembangkan oleh Learning Research dan Development Centre
Universitas Pittsburg. Dalam IPI anak mengikuti kurikulum yang memili unsur :
§ Tujuan
– tujuan pengajaran yang di susun dalam daerah – daerah, tingkat – tingkat dan
unit – unit.
§ Suatu
prosedur program testing
§ Pedoman
Prosedur penulisan
§ Materi
dan alat – alat pengajaran
§ Kegiatan
guru dalam kelas
§ Kegiatan
murid dalam kelas, dan prosedur pengolahan kelas.
C.
Model
Campuran Multivariasi
Evaluasi
model perbandingan dan model taylor dan Bloom melahirkan evaluasi model
multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur – unsur dari kedua
pendekatan tersebut. Stretegi ini memungkinkan perbandingan lebih dari satu
kurikulum dan secara serempak keberhasilan tiap kurikulum di ukur berdasarkan
kriteria khusus dari massing –masing kurikulum.
Langkah
langkah model multivariasi tersebut adalah sebagai berikut :
ü Mencari
sekolah yang berminat untuk di evaluasi.
ü Pelaksanaan
program. Bila tidak ada percampuran sekolah tekanannya pada
partisipan
maksimal.
ü Sementara
tim penyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metose
unsur, dapat disiapkan tes tambahan.
ü Bila
semua informasi di harapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan komputer.
ü Tipe
analis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa
variabel yang berbeda.
Beberapa
kesulitan di hadapi model evaluasi Multivariasi ini adalah sebgai berikut :
ü Di
harapakan memberi tes statistik yang signifikan.
ü Terlalu
banyak variabel yang di perlukan pada suatu saat.
ü Meskipun
model multivariasi telah mengurangi masalah kontrol berkenaan dengan eksperimen
lapangan tetapi tetap menghadapi berbagai masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Sukmadinata,
Nana Syaudih. 1997. Pengembangan Kurikulum. Bandung PT : Remaja
Rosdakarya.
Suryosubroto. 2005. Tata
Laksana Kurikulum. Jakarta : Rineka Cipta.
0 komentar:
Posting Komentar