Senin, 12 Desember 2011

Evaluasi Kurikulum




EVALUASI KURIKULUM
A.     Evaluasi dan Kurikulum
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat di gunakan oleh para pemegang kebijaksaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan kurikulum yang di gunakan.
Evaluasi Kurikulum sukar dirumuskan secara tegas,hal itu disebabkan oleh beberapa faktor :
1.      Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah.
2.      Objek evaluasi kerikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang di gunakan.
3.      Evaluasi kurikulum merupakan suatu yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri. Ada pihak yang berpendapat bahwa antara keduanya. Tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain yang menyatkan keduanya mempunyai hubungan sangat erat.
Pihak yang memandang ada hubungan ,hubungan tersebut merupakan hubungan sebab-akibat. Perubahan dalam kurikulum berpengaruh terhadap evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan kurikulum. Hubungan antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya berlangsung secara evaluasioner. Pandangan-pandangan lama yang tidak sesuai lagi dengan tuntunan zaman, secara berangsur-angsur di ganti dengan pandangan baru yang lebih sesuai.

R.A.Becher, seorang ahli Pendidikan dari Universitas Sussex, inggris menyatakan bahwa : tiap program pengembangan kurikulum mempunyai style dan karakteristik tertentu, dan evaluasi dari progarm tersebut akan memperlihatkan  karakteristik yang  sama pula. Seorang evaluator akan menyusun program evaluasi kurikulum berdasarkan dengan style dan karakteristik kurikulum yang dikembangkannya. Juga terjadi sebaliknya,  hasil program evaluasi kurikulum akan mempengaruhi pelaksanaan praktek kurikulum.
Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, komplek dan terus menerus, untuk mengetahi proses dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah di tentukan. Pada tingkat yang sangat informal evaluasi kurikulum berbentuk perkiraan, dugaan atau pendapat tentang perubahan-perubahan yang telah di capai oleh program sekolah. Pada tingkat yang lebih formal evaluasi kurikulum meliputi pengumpulan dan pencatatatan data, sedangkan pada tingkat yang sangat formal terbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan ke arah tujuan yang telah di tentukan.
Komponen-komponen kurikulum yang dievaluasi juga sangat luas. Program evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi kurikulum, kemampuan dan unjuk kerja guru, kemempuan dan kemajuan siswa, sarana, fasilitas, dan sumber-sumber belajar, dan lain-lain. Hilba Taba menjelaskan hal-hal yang di evaluasi dalam kurikulum, yaitu : konsep evaluasi kurikulum yang sangat luas yang mencakup seluruh komponen dan kegiatan pendidikan.
Evaluasi kurikulum sering juga di batasi secara sempit, hanya di tekankan pada hasil-hasil yang di capai oleh murid.
Luas atau sempitnya suatu program evalusi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Doll ( 1976 ) mengemukakan syarat-syarat suatu program evaluasi kurikulum harus memiliki nilai dan penilaian, punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat menyeluruh dan terus-menerus, berfungsi diagnostik dan terintegrasi.

Insrutmen yang di gunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif berbeda dengan instrumen untuk mengevaluasi aspek-aspek perkembangan dan prestasi yang di capai anak. Dimensi yang bersifat kuantitatif dapat di ukur dengan menggunakan berbagai bentuk alat ukur atau tes standar. Tes standar ada yang di peruntukkan mengukur kemampuan yang  bersifat potensial. ( kecerdasan , bakat ) dan ada pula yang di peruntukkan untuk mengukur kemampuan nyata. Tes standar yang mengukur kecerdasan dan bakat umpanya : intellligent test, shoolarship aptutite test, spesial aptitute test, prognotisc aptitute test, dan lain-lain. Dan tes standar yang menuju archievement seperti subject areas test, survey test, diagnotisc test, dan lain-lain. insrument yang sering di gunakan untuk mengevaluasikan dimensi kualitatif umpanya  : kecerdasan dan bakat umpamanya.
B.   Konsep kurikulum
Secara sederhana teori kurikulum dapat di klasifikasikan atas teori-teori yang lebih menekankan pada isi kurikulum , pada situasi pendidikan serta pada organisasi kurikulum.
·         Penekanan kepada isi kurikulum
Srategi pengembangan yang menekankan isi, merupakan yang paling lama dan banyak dipakai, tetapi juga harus mendapat penyempurnaan.
Sebab-sebab yang mendorong penyempurnaan ini adalah
1.      Karena didorong oleh tuntutan untuk menguatkan kembali nilai-nilai moral dan budaya dari masyarakat.
2.      Karena perubahan dasar filosofis tentang struktur pengetahuan.
3.      Karena adanya tuntutan bahwa kurikulum harus lebih berorientasi pada pekerjaan.
Penekanan pada isi kurikulum akan membawa beberapa akibat. Pengembangan kurikulum yang menekankan isi yang bersifat material centered kurikulum ini memandang murid sebagai penerima resep yang pasif. Secara teoritis kurikulum yang menekankan isi dapat diukur, mempunyai tujuan yang apabila ditransfer pada anak dapat dikuasai oleh anak, ini merupakan engineering Aproach. Anak dianggap bahan kasar yang tidak berdaya bersama dengan teman-teman yang lain dicetak melalui blue print mansyarakat. Salah satu atribut organisasi yang didasarkan pada pengetahuan (Knowledge Based Curriculum) memungkinkan pengembangan dalam jumlah besar.
·         Penekanan pada situasi pendidikan
Tipe kurikulum ini lebih menekankan pada masalah dimana, bersifat khusus, sangat memperhatikan dan disesuaikan dengan lingkungannya.
Tujuannya adalah menghasilkan kurikulum yang benar-benar merefleksikan dunia kehidupan dari lingkungan anak. Kurikulum yang menekankan situasai pendidikan akan sangat beraneka, dibandingkan kurikulum yang menekankan isi. Kalau kurikulum yang menekankan pada isi merupakan engineering Approach, maka kurikulum yang menekankan situasi lebih mendekati gardening Approach.

Secara teoritis mengevaluasi kurikulum yang menekankan pada situasi sangat sulit. Perencanaan dan pelaksanaan pengajaran sangat beraneka, peranan guru dalam menerapkan dan mengembangkan kreasinya sangat besar, sehingga cukup sulit merancang alat penilaian yang dapat mencakup skala yang agak luas. Kesulitan ini adalah juga dalam menentukan standar kriteria.

·      Penekanan pada organisasi
Tipe ini sangat menekankan pada proses belajar mengajar. Perbedaan yang sangat jelas antara kurikulum yang menekankan organisasi yang menekankan isi dan situasi adalah memberikan perhatian yang sangat besar kepada si pelajar atau siswa. Siswa mempunyai kesempatan dan didorong untuk berinovasi, menyatakan kreatifitasnya.
Dalam bentuk sistem pengajaran dari Bruner kurikulum yang menekankan pada organisasi memusatkan perhatiannya pada sekuens-sekuens belajar serta organisasi bahan pelajaran yang disusun melalui elaborasi isi dan prosedur pengukuran. Tipe kurikulum ini secara relatif bersifat lepas dari situasi lingkungan, berbeda dengan yang menekankan situasi.
Kurikulum yang menekankan belajar mengajar sebenarnya lebih dekat kepada pendekatan kurikulum yang bersifat umum. Inti kurikulum bukan terletak pada bahan-bahan yang dipelajari anak tetapi pada teacher’s guide.

C.   Implementasi Dan Evaluasi Kurikulum
Kurikulum yang menekankan isi sangat mengutamakan desinasi, meskipun umpamanya kurikulum itu kurang baik, mereka dapat memaksakannya melalui jalur birokrasi. Tipe kurikulum ini mengikuti model penyebaran ( difusi ) dari pusat ke daerah. Pengembangan kurikulum bersifat lokal, individual, dan khas. Dengan demikian penyebaran kurikulum ini memiliki network yang terpisah, tetapi masing-masing dapat menyesuaikan diri serta mencari keserasian antara arahan yang bersifat pusat dengan tuntutan kebutuhan dan sifat-sifat lokal.
CARE ( Centre For Applied Research in Education ) di Universitas East Angelia Norwegia, aktif dalam mengadakan pelatihan guru. Salah satu proyeknya adalah Nuffield/ school Council Humanities Curriculum Project tahun 1967. Proyek ini meningkatkan usia anak yang meninggalkan sekolah, di sediakan bagi anak usia 14 sampai 16 tahun dan yang kecerdasannya di bawah rata-rata. Adapun kesimpulan dari hasil evaluasi mereka adalah hasil yang di capai oleh guru-guru yang terlatih  ( yang mengerti maksud serta latar belakang proyek ). Hal ini menunjukkan bahwa latihan guru memegang peranan penting dalam penyebaran program.
Teori kurikulum dan teori evaluasi berkaitan erat dengan konsep kurikulum yang di gunakan, seperti model pengembangan dan pengajaran yang di hasilkan kurikulum yang menekankan isi. Evaluasi kurikulum yang bebas tujuan dalam kebanyakan kurikulum bukan merupakan salah satu alternatif evaluasi tetapi merupakan saru-satunya merupakan prosedur evaluasi yang memungkinkan.



D.   Peranan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagi instusi sosial.  Proyek- proyek evaluasi yang dikembangkan di inggris umpamanya. Beberpa karakteristik dan proyek – proyek kurikulum yang telah dikembangkan di inggris, umpamanya :
·         Lebih berkenaan dengan inovasi dari pada kurikulum yang ada.
·         Lebih berskala nasional dari pada lokal.
·         Di biayai oleh grant dari luar yang berjangka pendek daripada oleh anggota tetap.
·         Lebih banyak di pengaruhi oleh kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris.
Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya berkenaan dengan tiga hal, yaitu :
a.       Evaluasi sebagai moral judgement
Konsep pertamanya adalah nilai dan kriteria –kriteria praktis . Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan di gunakan untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Didalam evaluasi kurikulum salah satu hal yang sering menjadi inti perdebatan antar para ahli adalah:
·         Pemisahan antara pengumpulan data, dan
·         Penyusunan informasi dengan penentuan keputusan.
b.      Evaluasi dan penentuan keputusan
Pengambil keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulum banyak, yaitu : guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para inspektur, pengembang kurikulum dan sebagainya. Pada prinsipnya tiap komponen di atas memiliki peranan penentu keputusan. Dalam hal memberi keputusan, guru mengambil keputusan bagi kepentingan seorang atau beberapa orang murid. Jadi, tiap pengambil keputusan dalam proses evaluasi memang memegang posisi nilai yang berbeda, sesuai dengan posisinya.
c.       Evaluasi dan konsensus nilai
Para penentu keputusan mempunyai sudut pandangan, kepentingan nilai-nilai serta pengalaman pribadi. Kesatuan penilaian hanya dapat di capai melaui suatu konsensus.
Secara  historis, konsensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisi tes mental serta eksperimen. Konsensus berupa kerangka kerja penelitian, yang di pusatkan pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat behavioral, penggunaan analis statistik dari pre test dan post test dan lain-lain. Model penelitian diatas adalah model social engineering dalam pendidikan.
Selain harus terdapat konsensus tentang tujuan-tujuan  yang akan di capai, dalam penggunaan model di atas juga harus ada konsensus tentang siapa daiantara para pertisipan tersebut yang turut terlibat secara langsung. Tanpa adanya persetujuan tentang hal tersebut maka sukar untuk dapat menyusun flow Chart yang definitif. Model social engineering bertitik tolak dari tujuan-tujuan yang khusus. Karena model ini mepunyai beberapa keberatan, maka berkembang model evaluasi yang lain yanga bersifat goal free evaluation.

E.   Ujian Sebagai Evaluasi Sosial
Model evaluasi pendidikan yang pertama kali di perkenalkan oleh Amerika adalah menguji yaitu mengevaluasi kemampuan individu. Dengan adanya ujian, maka jenis-jenis kemampuan tertentu di pandang menunjukkan status lebih tinggi di bandingkan dengan kemampuan lainnya.
Untuk menilai gambaran sekolah secara keseluruhan, yaitu menilai tentang keadaan murid, guru, kurikulum, pembiayaan sekolah, fasilitas sekolah, keseragaman skolah, penyusunan rancangan dan pemeliharaan sekolah diperlukan sistem pengumpulan data serta penilaian yang lain. Kalau untuk mengukur kemampuan siswa di gunakan istilah examination atau assessment maka untuk penilitian keseluruhan situasi sekolah atau kurikulum lebih cepat digunakan istilah evaluation.
Para elevator menyadari bahwa beranekaragam kerangka kerja evaluasi mempunyai implikasi terhadap penentuan keputusan pendidikan. Barry Mc. Donald ( 1975 ), mendasarkan argumentasinya pada anggapan dasar bahwa evaluasi merupakan kegiatan poltik. Ia membedakan adanya 3 tipe evaluasi dalam pendidikan dan kurikulum, yaitu :
1.      Evaluasi Birokratik
Merupakan suatu layananan yang bersifat unconditional terhadap lembaga- lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang kontrol terbesar dalam alokasi sumber-sumber pendidikan.

2.      Evalausi etokratik
Merupakan layanan evaluasi terhadap lembaga-lembaga pemerintahan yang mempunyai wewenang kontrol cukup besar dalam mengalokasikan sumber- sumber pendidikan.

3.      Evaluasi Demokratif
Merupakan layanan pemberian informasi terhadap mesyarakat, tentang program – program pendidikan. Tugasnya adalah memberikan informasi terhadap kelompok-kelompk masyarakat, dan elevator bertindak sebagai perantara dalam pertukaran informasi di antara kelompok-kelompok yang berbeda.





F.   Model – Model Evaluasi Kurikulum
a.    Evaluasi Model Penelitian
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian di dasarkan atas teori dan metode tes psikolgis serta eksperimen lapangan,.
·           Tes psikologis umum yang mempunyai 2 bentuk, yaitu tes intelegensi yang di tujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik.
·           Eksperimen lapangan dalam pendidikan, menggunakan metode yang biasa di gunakan dalam botani pertanian. Model ini dapat di gunakan dalam pendidikan, anak dapat di samakan dengan benih, sedangkan kurikulum serta berbagai fasilitas serta sistem sekolah dapat di samakan dengan tanah dan pemeliharaanya. Untuk mengetahui tingkat kesuburan benih ( anak ) serta hasil yang di capai pada akhir program percobaan dapat di gunakan tes ( pre test atau post test ).
Coomparative approach dalam evaluasi adalah salah satu pendekatan dalam evaluasi yang menggunakan eksperimen lapangan yang mengadakan perbandingan antara dua macam kelompok anak, umpamanya yang menggunakan dua metode belajar berbeda. Kelompok pertama belajar membaca dengan metode global dan kelompok lain meggunakan metode unsur.  Kelompok mana yang paling berhasil ? rancangan pendidikan ini memburtuhkan persiapan yang sangat teliti dan rinci. Besarnya sempel, variabel kontrol, hipotesis, tretment, tes hasil belajar dan sebagainya, perlu di rumuskan secara tepat dan rinci.
Ada beberapa kesulitan yang di hadapi dalam eksperimen tersebut.
v  Kesulitan adminisratif, sedikit sekali sekolah yang bersedia di jadikan sekolah eksperimen.
v  Masalah teknis dan logis, yeitu kesulitan menciptakan kondidi kelas yang sama untuk kelompok – kelompok yang di uji.
v  Sukar untuk mencampurkan guru – guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, pengaruh guru- guru tersebut sukar di kontrol.
v  Ada keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang di lakukan.

b.       Evaluasi Model Objektif
Evaluasi model ini berasal dari Amerika Serikat. Perbedaan model objektif dengan model komperatif adalah ada dua hal.
·         Dalam model objektif, evaluasi merupakan bagian yang sangat pentingdari proses pengembangan kurikulum.
·         Kurilulum tidak di bandingkan dengan kurikulum tapi di ukur dengan perangkat objektif.
Ada beberapa persyaratan yang harus di penuhi oleh teori pengembangan model objektif :
Ø  Ada kesepakatan tentang tujuan – tujuan kurikulum.
Ø  Merumuskan tujuan – tujuan tersebut dalam perbuatan siswa.
Ø  Menyusun materi kurikulum yang disesuaikan dengan tujuan tersebut.
Ø  Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa denagn hasil yang di inginkan.
Pada tahun 1950-an Benyamin s. Boom dengan kawan – kawan menyusun klarifikasi sistem tujuan yang meliputi daerah – daerah belajar. Mereka membagi proses mental yang berhubungan dengan belajar tersebut dalam 6 ketegori :
§  Knowledge
§  Comprehension
§  Aplication
§  Analysis
§  Synthesis, dan
§  Evaluation
Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI ( Individually Prescribed Intruction ), suatu program yang dikembangkan oleh Learning Research dan Development Centre Universitas Pittsburg. Dalam IPI anak mengikuti kurikulum yang memili unsur :
§  Tujuan – tujuan pengajaran yang di susun dalam daerah – daerah, tingkat – tingkat dan unit – unit.
§  Suatu prosedur program testing
§  Pedoman Prosedur penulisan
§  Materi dan alat – alat pengajaran
§  Kegiatan guru dalam kelas
§  Kegiatan murid dalam kelas, dan prosedur pengolahan kelas.

C.      Model Campuran Multivariasi
Evaluasi model perbandingan dan model taylor dan Bloom melahirkan evaluasi model multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur – unsur dari kedua pendekatan tersebut. Stretegi ini memungkinkan perbandingan lebih dari satu kurikulum dan secara serempak keberhasilan tiap kurikulum di ukur berdasarkan kriteria khusus dari massing –masing kurikulum.
Langkah langkah model multivariasi tersebut adalah sebagai berikut :
ü  Mencari sekolah yang berminat untuk di evaluasi.
ü  Pelaksanaan program. Bila tidak ada percampuran sekolah tekanannya pada   
        partisipan maksimal.
ü  Sementara tim penyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran     umpamanya dengan metode global dan metose unsur, dapat disiapkan tes tambahan.
ü  Bila semua informasi di harapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan komputer.
ü  Tipe analis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa variabel yang berbeda.

Beberapa kesulitan di hadapi model evaluasi Multivariasi ini adalah sebgai berikut :
ü  Di harapakan memberi tes statistik yang signifikan.
ü  Terlalu banyak variabel yang di perlukan pada suatu saat.
ü  Meskipun model multivariasi telah mengurangi masalah kontrol berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap menghadapi berbagai masalah.


















DAFTAR PUSTAKA

Sukmadinata, Nana Syaudih. 1997. Pengembangan Kurikulum. Bandung PT : Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto. 2005. Tata Laksana Kurikulum. Jakarta : Rineka Cipta.

0 komentar:

Posting Komentar